"Lewat Djam Malam": Merdeka Hanya Ilusi Sesaat

Kembali dari medan perang setelah memperjuangkan kemerdekaan tidak semudah mengucapkan ‘Proklamasi’. Itulah yang dirasakan Iskandar (AN Alcaff), mantan pejuang yang kembali ke Bandung. Ia lalu menginap di rumah keluarga tunangannya, Norma (Netty Herawati).

Calon mertua yang bangga akan kedatangan pahlawan ini lalu mencoba menggunakan koneksinya di kantor Gubernur untuk Iskandar agar mendapatkan pekerjaan. Tapi Iskandar yang tampaknya masih dihantui akan masa silam tidak betah barang seharipun di tempat kerja barunya, ia keluar dan kemudian mengunjungi teman-teman seperjuangannya. Ternyata hanya kekecewaan yang ia dapatkan. Gafar (Awaludin) malah sibuk dengan proyek perumahannya sedangkan Gunawan (Rd Ismail) malah semakin pragmatis dan menggunakan statusnya sebagai mantan pejuang untuk kepentingan pribadinya. Sementara itu Puja (Bambang Hermanto) malah menjadi centeng rumah bordil yang gemar beli lotere. Di tempat itulah Iskandar berkenalan dengan Laila (Dhalia), pelacur kelas bawah yang naif dan penuh impian.



Di tengah keadaan Bandung yang darurat di mana jam malam diberlakukan (latar sosial politiknya adalah; ketika revolusi usai, beberapa oknum pejuang yang masih memegang senjata malah menggunakannya untuk kejahatan sehingga tingkat kejahatan di Bandung meningkat. Maka pemerintah memberlakukan jam malam untuk mengendalikan keamanan) Iskandar yang gamang harus menghadapi kenyataan pahit bahwa bahagianya merdeka juga diiringi pahitnya ekses negatif.

Film ini rilis 58 tahun yang lalu dan kembali rilis setelah Sinematek, Kineforum, Yayasan Konfiden dengan bantuan The World Cinema Foundation dan National Museum of Singapore berhasil merestorasi film karya Usmar Ismail ini di L’Immagine Ritrovata yang fokus pada restorasi film di Bologna, Italia. Hasil restorasi yang dilakukan selama satu tahun ini sudah bisa disaksikan secara terbatas di XXI dan Blitzmegaplex Jakarta dan Bandung (kota-kota lain menyusul dalam delapan minggu kedepan). Untuk sebuah hasil restorasi, kualitas gambar jernih dengan subtitle bahasa Inggris, tapi beberapa adegan masih kentara noise visual-nya walau tidak mengganggu. Untuk audio tidak ada gangguan sama sekali. Dialog dan musik terdengar jelas diiringi teks terjemahan bahasa Inggris.

Nuansa noir terasa di awal film ketika Iskandar berlari dikejar keamanan sebab dianggap melanggar jam malam, belum lagi tema ceritanya yang menguak abu-abunya karakter manusia. Ini adalah sebuah kritik pedas pada beberapa mantan pejuang yang malah mengisi kemerdekaan dengan egoisme masing-masing. Maka terbersit pertanyaan: apakah merdeka hanya ilusi sesaat di mana akhirnya hanya oportunis yang berkuasa dan mereka yang memiliki hati nurani malah tersingkir?

Peraih penghargaan bersama sebagai Film Terbaik FFI tahun 1955 bersama dengan film Tarmina ini sebelum diputar di Indonesia, lebih dulu diputar di Festival Film Cannes, 17 Mei lalu dalam kategori World Classic Cinema.

MOHAMMAD TAKDIR

Dikutip dari blog Gila Film

No comments:

Post a Comment